• PARADIGMA TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM




    PARADIGMA TUJUAN PENDIDKAN DALAM ISLAM
    Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Terstruktur pada Mata Kuliyah Paradigma dan Konsep Pendidikan Islam
    Dosen Pembimbing :
    Dr.H.Asep Ahmad Fathurrohman, Lc, M.Ag


    logo-Uninus

    Oleh :
    Barda’i Iskandar




    PROGRAM MAGISTER S2
    UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
    BANDUNG
    2013

     

















    PENDAHULUAN

    Segala puji bagi Allah yang telah memberikan ilmu dengan perantaraan pena. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak pernah ia ketahui, kita semua memuji-Nya, dengan pujian ahli syukur dan kita semua menyanjung-nya dengan segala sifat yang Dia miliki, Shalawat serta salam semoga dicurahkan kepada guru kebajiakan bagi umat manusi yaitu Nabi Muhammad saw yang Allah utus sebagai rahmat bagi seluruh alam, Beliau membimbing manusia menuju kebenaran dan jalan yang lurus
    Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subyektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual, Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik) 1
    Maka paradigma dapat diartikan sebagai contoh, pola dan model atau cara pandang dalam mengamati sesuatu serta menatanya sedemikian rupa sehingga mudah dipahami. Di samping itu ada pula yang mengartikan paradigma dengan wawasan.

    ---------------------------

      Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius yang diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu  atau  kelompok  agar  memiliki  nilai-nilai  yang disepakati berdasarkan agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Sebagai mana paparan Muhammad Iqbal, “pendidikan bukan hanya proses belajar mengajar belaka untuk mentransformasikan pengetahuan dan berlangsung secara sederhana dan mekanistik. Melainkan, pendidikan adalah keseluruhan yang mempengaruhi kehidupan perseorangan maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya menjamin kelangsungan kehidupan budaya dan kehidupan bersama memantapkan pembinaan secara intelegen dan kreatif. Proses pendidikan ini mencakup pembinaan diri secara integral untuk mengantarkan manusia pada kesempurnaan kemanusiannya tanpa mesti terbatasi oleh sistem transformasi pengetahuan secara formal dalam lingkungan akademis.”2 Pada akhirnya, pendidikan dalam arti luas mencakup penyelesaian masalah-masalah manusia secara umum dan mengantarkan manusia tersebut pada tujuan hidupnya yang mulia. Ilmu dan pendidikan dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia, ini bisa dilihat bagaimana wahyu pertama yang turun kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallamdi gua Hira adalah perintah untuk membaca:
    ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
    Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(Qs.Al-Alaq[96]: 1-5).

    ------------------------------------
     Dalam pelaksanaan pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dengan yang didik melibatkan faktor-faktor pendidikan guna mencapai tujuan tujuan pendidikan dengan didasari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu itulah kemudian disebut sebagai dasar paradigma pendidikan. Istilah dasar paradigma pendidikan dimaksudkan sebagai landasan tempet berpijak atau pondasi berdirinya suatu sistem pendidikan. Dasar paradigma pendidikan Islam identik dengan dasar Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Quran dan al-Hadis. Dari kedua sumber inilah kemudian muncul sejumlah pemikiran mengenai masalah umat Islam yang meliputi berbagai aspek, termasuk di antaranya masalah pendidikan Islam. Sebagai dasar pendidikan Islam Al-Quran dan Al-Hadis adalah rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan teknik pendidikan Islam.


     PEMBAHASAN
    PARADIGMA TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM

    Islam adalah adalah agama yang Syamilah Mutakamilah, universal dan telah disempurnakan Allah,syariat dan hukum-hukumnya adalah universal yang tidak terbatas oleh ruang waktu dan tempat, sempurna dan menyempurnakan terhadap agama-agama sebelumnya sehingga ia tidak hanya menjadi rahmat bagi  pengikutnya, namun juga merupakan Rahmatan Lil Alamin, rahmat dan kasih sayang bagi semesta alam dan semua ummat manusia. Ilmu dan pendidikan dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia, ini bisa dilihat bagaimana wahyu pertama yang turun kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallamdi gua Hira adalah perintah untuk membaca:
    ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
    Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(Qs.Al-Alaq[96]: 1-5)
    Bukti lain yang menunjukkan betapa ilmu dan pendidikan memiliki posisi yang amatlah mulia dalam Islam, bahwasanya dalam keadaan perang sekalipun, ummat islam tidaklah diperintahkan untuk keluar berperang semuanya, namun hendaklah ada sekolompok dari kaum muslimin yang bertafaqquh fi ad-din yang mengkhususkan diri dan waktu untuk mengkaji dan mendalami urusan agama, agar kelak mereka kembali kepada kaum mereka untuk mengajarkannya.sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat [9] :122
    $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  

    Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(Qs.At-Taubah [9]: 122)
    A.      Filosofis  sebuah Tujuan
    filosofis sebuah tujuan mengadofsi ungkapan Dr H Asep Ahmad Fathurrohman, Lc, M.Ag menurut pandangannya “ Manusia adalah Mahluk berfikir, karena manusia mempunyai akal . ada sebuah pertanyaan, dikatakan bahwa semua manusia mempunyai akal, akan tetapi ketika akal itu dipake untuk berfikir dan menghasilkan sebuah pikiran, ide atau gagasan, maka buah pikiran tersebut sangat banyak sebanyak orang yang berpikir mengenai obyek tersebut?”3
    Sementara Prof Dr H. Sofyan Sauri M.Pd menegaskan bahwa” Akal memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, akal ditempatkan Islam pada kedudukan yang penting bahkan dalam konteks tertentu diletakan sebagai sumber hokum setelah Al-Quran dan As-Sunah.
    Pentingnya akal diletakan sebagai sumber hukum setelah Al-Quran dan As-Sunah, karena budaya manusia yang berkembang dari waktu ke waktu yang menuntut hokum-hukum untuk berkembang pula, oleh karena itu, banyak masalah yang dihadapi oleh manusia yang jawabannya belum tercantum secara eksplisit dalam teks-teks Al-Quran dan Al-Hadits. Untuk menjawab permasalahan manusia itu diperlukan pemikiran dan kerja akal yang mendalam sehingga kebutuhan manusia terhadap hukum Islam dapat terpenuhi. Karena itu. Islam memperkenalkan dasar ketiga dalam-setelah Al-Quran dan Sunnah- yaitu akal atau rakyu, atau disebut pula dengan istilah Ijtihad. Ijtihad adalah menggunakan akal dalam menetapkan hukum yang belum diatur oleh Al-Quran dan As-Sunnah Dalam prakteknya, ijtihad tidak keluar dari Al-quran dan As-Sunnah sebagai sandaran utama, hanya saja dalam oprasionalnya menggunakan akal.4
    ------------------------------
    3.     Asep Ahmad Fathurrohman, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 67
    4.     Sofyan Sauri, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam (Bandung, Rizqi Press, 2013), Cetakan II, hlm 48-49
    Dengan demikian manusia sebagai makhluk yang dianugrahi akal seyogyanya dapat memikirkan sebuah perencanaan serta langkah-langkah kongkrit dalam mencapai tujuan pendidikan yang ideal, karena tanpa asumsi itu manusia akan tidak jelas arah berfikirnya terutama sekali dalam dunia pendidikan. secara global fakto-faktor yang mempengaruhi cara berpikir manusia menurut Dr H Asep ahmad fathurrohman “ dibagi menjadi dua :
    1.      Faktor yang datang dari dalam (internal)
    2.      Faktor yang datang dari luar (external)
    Faktor internal yang mempengaruhi proses berfikir adalah kesiapan fisik, kesiapan akal dan kesiapan ruhani, Sedangkan faktor externalnya adalah pengaruh dari lingkungan, mulai dari keluarga (keluarga serumah, kerabat dekat dan kerabat jauh),lingkungan tetangga(dekat atau jauh), lingkungan bermain, lingkungan belajar(sekolah, kursus, lembaga pendidikan full day dan boarding school).”5
    sebagai mana hadits Nabi Saw :  مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
    Tidak ada yang dilahirkan kecuali dalam keadan fithrah(islam), Maka ibu bapaknya yang meyahudikan, menashranikan dan memajusikanya.”6
    Disamping manuasia  makhluk berpikir menurut beliau “Manusia makhluk unik, keunikannya itu diakibatkan karena manusia berfikir, semakin banyak  manusia berfikir, maka semakin banyak pula keunikannya. Disebut unik karena kepribadian manusia dinamis, tidak seperti hewan yang statis”7  “…Begitu juga dalam berbagai persepsi dan paradigm manusia dapat berbeda dalam satu waktu, sebaliknya dapat sama walaupun dengan waktu yang berbeda. Karena kebenaran manusia tidak bersifat mutlak,”
    ---------------------------------
    5.    Asep Ahmad Fathurrohman, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 68
    6.     H.R Al-Bukhori bab, idza aslama as-shabiyu famata hal yushali ‘alaihi wa hal yu’radhu ‘ala shabiyi al-islam,No :1358, dan Muslim, bab ma’na kullu maoludin ‘ala al-fithrati wa hukmi maoti atfali al-kuffari wa atfali al-muslimiin, No :6926, http://www.islamic-council.com, Al-Maktabah As-Syamilah
    7.     Asep Ahmad Fathurrohman, Op.Cit,  hlm 70
    Suatu kebenaran apabila diklasifikasikan ke beberapa bagian, untuk sementara dapat ditarik tiga katagori ;
    1.      Kebenaran “Absolute True” kebenaran ini hanya berada pada Allah Swt, sebagai Maha Pencipta dan Maha berkehendak
    2.      Kebenaran “ Spesifik”, Kebenaran yang ada pada manusia karena berbeda memandang dari berbagai macam, model, arah, gaya dan cara pandang, sehingga menimbulkan kebenaran yang variatf.
    3.      Kebenaran “ Expanding and Growing”, Kebenaran yang bersifat temporer, pada suatu tempat dan masa dipakai, tetapi belum tentu dipakai pada kurun waktu yang lain.
    Atas dasar inilah secara teks dan konteks disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk unik, Keunikan ini juga merupakan bukti kesempurnaan manusia daripada hewan, sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S At-Tin[95] :4
    ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
    “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. 8
    Sebagaimana di jelaskan di atas, manusia adalah makhluk berfikir, “sehingga menjadi makhluk unik yang kemudian manusia membutuhkan apa yang disebut dengan pendidikan, karena berfikir bagi manusia adalah suatu kebutuhan, maka pendidikan adalah kebutuhan pokok umat manusia. Sebab hewan tidak butuh kepada pendidikan sehingga mereka tidak unik karena memang tidak berfikir, dan disiapkan bukan untuk berfikir tetapi untuk makan, tunggangan, hiasan manusia sebagai “khalifah fil ardh”.
    Sebaliknya manusia diciptakan justru untuk berfikir,berarti juga manusia diciptakan agar belajar atau berpendidikan, sehingga manusia mampu mengolah apa yang telah Allah Swt tundukan kepada Manusia. Apalagi manusia yang beriman kepada Allah Swt, dari alam ruh telah dididik oleh Allah Swt agar menjadi manusia beriman dan berfikir,
    -----------------------------------------------
    8.     Asep Ahmad Fathurrohman, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 71
    Lebih lanjut bahwa manusia harus mengetahui kenapa ia diciptakan? Untuk apa ia diciptakan? Kedua pertanyaan ini sering dilontarkan oleh para ahli, namun ketika muncul pertanyaan bagaimana manusia diciptakan? Kebanyakan orang mencari terbuat dari bahan apa manusia itu diciptakan! Sementara terhadap pemikiran proses penciptaanya tidak banyak orang yang meneliti kecuali berdasarkan kebutuhan, seperti kehamailan, medis, penyakit dan sebagainya. Padahal manusia dapat belajar dari proses penciptaan tersebut, dan yang paling penting adalah sebelum proses penciptaan itu berlangsung, Allah Swt sudah merumuskan tujuan penciptaannya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S Ad-Dzariat [51] : 56 : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”9

    B.   Eksistensi Tujuan Pendidikan
    Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunayi arti apa-apa. Ibarat seseorang yang berpergian tak tentu arah maka hasilnya pun tak lebih dari pengalaman selama perjalanan.Pendidikan merupakan uasaha yang dilakukan secara sadar dan jelas memiliki tujuan. Sehingga diharapkan dalam penerapanya ia tak kehilangan arah dan pijakan. . Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan. Sebab, tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan bisa sesat atau salah langkah, oleh karena itu perumusan tujuan dengan jelas, menjadi inti dari seluruh pemikiran pedagogis dan perenungan filosofis, dikatakan lebih lanjut bahwa tujuan pendidikan itu penting, disebabkan karena secara implisit dan eksplisit didalamnya terkandung hal-hal yang sangat asasi, Yaitu pandangan hidup dan filsafat hidup pendidikan, Lembaga penyelenggaraan pendidikan, dan Negara,dimana pendidikan itu dilaksanakan
    --------------------------------------------------------------------------
    9.         Asep Ahmad Fathurrohman, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 71

    Dalam bidang pendidikan, tujuan pendidikan merupakan induk dari semua pengembangan kebijakan pendidikan. Sebab semua kebijakan baik bersipat praksis atau praktis bersama turunannya akan menjadikan tujuan pendidikan sebagai pijakan, jika kebijakan praksis itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Maka kebijakan praksis itu akan dicabut dan diperbaiki. Dan kibijakan yang belum sesuai dengan tujuan dirumuskan kembali agar tujuan pendidikan dapat tercapai10
    Semua manusia memposisikan tujuan pendidikan sebagai induk dari sebuah pendidikan, namun isi tujuan tersebut tentu akan berbeda sesuai falsafah negara yang dimiliki. Apakah masyarakat setuju atau tidak dengan tujuan pendidikan tersebut, tergantung kepada apakah masyarakat itu menerima falsafah negara itu didalam hati mereka, yang menjadi persoalaan bukan menerima atau tidak?. Tetapi baik yang menerima ataupun yang tidak tetap harus melaksanakan kebijakan falsafah negara tersebut yang kemudian turun menjadi falsafah pendidikan negara tersebut, lalu turun menjadi kebijakan-kebijakan praksi melalui undang-undang, keputusan presiden, keputusan mentri dan peraturan daerah. Akhirnya dilapangan secara makro dilaksanakan oleh pengelola lembaga pendidikan serta dibantu oleh komite dan pengawas lembaga tersebut yang ditunjuk berdasarkan musyawarah atau rekomendasi.11
    Eksistensi tujuan pendidikan yang baik harus mengadopsi unsure-unsur tujuan pendidikan itu sendiri, adapun kandungan pokok tujuan pendidikan diantaranya;
    1.      Konsep Tujuan Pendidikan
    2.      Tahapan-tahapan Tujuan Pendidikan
    3.      Sumber-sumber yang menjadi dasar tujuan dan maksud pendidikan
    Ketiga kandungan pokok tujuan tersebut akan mengasilkan paradigama tujuan pendidikan, begitupula paradigm tujuan pendidikan dalam islam,
    --------------------------------------------
    10.      Asep Ahmad Fathurrohman, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 72
    11.      Ibid, hlm 73

    C.      Paradigma filosofis pendidikan islam
    Sebagaimana yang di ungkapakan  Suadji dalam makalahnya {Aktualisasi Pendidikan Islam: Suatu upaya Membangun Paradigm Integral} mengutip pendapat mastuhu “Paradigma baru pendidikan Islam didasarkan kepada filsafat teosentres dan antroposentres sekaligus. Prinsip-prinsip lain yang ingin dikembangkan dalam paradigma baru pendidikan Islam adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas dinilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, tetapi sisi rasional. Lebih lanjut Mastuhu menyatakan, bahwa paradigma baru pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali kepemimpinan iptek, sebagaimana zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam menurutnya dimulai dari konsep manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap iptek, dan setelah itu baru  dirumuskan konsep atau sistem pendidikan Islam secara utuh (Mastuhu, 1999: 15). Dengan demikian, paradigma filosofis pendidikan Islam merupakan ikhtiar terus menerus baik dalam pemikiran maupun aktivitas dalam membangun paradigma pendidikan, keilmuan dan kemajuan kehidupan yang integratif antara lain nilai spiritual, moral dan material bagi kehidupan umat manusia.12
    Sejalan dengan persoalan di atas, sesungguhnya tantangan yang bersifat mendasar dalam pendidikan Islam antara lain: pertama, mampukah sistem pendidikan Islam menjadi centre of exelence bagi pengembangan iptek yang tidak bebas nilai, kedua, mampukah sistem pendidikan Islam menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespons tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib ditakuti, dan ketiga, mampukah pendidikan Islam menumbuhkembangkan kepribadian yang benar-benar bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir (Mastuhu, 1999: 37-38).
    ------------------------------------------------
    12.  http://www.staim-tulungagung.ac.id/.../08.%20Suwadji.pdf‎ (diunduh 04-10-2013 hari jumat) Suadji. Makalah Aktualisasi Pendidikan Islam:Suatu upaya Membangun Paradigma Integral 2013 hlm 2

    Dari pendapat Mastuhu ini dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan Islam bebas nilai, mampukah menjadi pusat pembaharuan yang dapat menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan nilai dasarnya, dan mampukah pendidikan Islam mewujudkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa sekaligus berilmu dan bersikap ilmiah yang dikembangkan secara kontinyu.
    Dalam persoalan di atas menurut Faisal Ismail bahwa “Pendidikan Islam harus beroritentasi kepada pengembangan kreatifitas, intelektualitas, dan ketrampilan yang diandasi keluhuran moral, watak dan kepribadian Pendidikan dan pengajaran dalam Islam bukan sekedar kegiatan pewarisan budaya dari generasi dulu kepada generasi berikutnya yang mungkin bersifat reseptif dan pasif. Akan tetapi, sesungguhnya harus dapat mengembangkan dan melatih ke arah yang direktif, mendorong terus maju, kreatif dan berjiwa membangun. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus berorientasi kepada pembangunan dan pembaharuan, pada pengembangan kreatifitas, intelektualitas, dan ketrampilan serta kecakapan penalaran dengan dilandasi keluhuran moral dan kepribadian, sehingga pendidikan akan terus mampu mempertahankan relevansinya ditengah-tengah lajunya pembangunan dan pembaharuan. Pendidikan yang berorientasi pada pembangunan dan pembaharuan akan menghasilkan manusia yang terus menuntut ilmu, dapat berdiri sendiri, mandiri, disiplin, bersifat terbuka dan mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan serta mampu memberikan sumbangsih yang berharga bagi pengembangan diri dan masyarakatnya”13
    Dengan demikian pendidikan Islam harus berorientasi kepada pembangunan, pembaharuan, intelektualitas, dan keilmuan, kreatifitas dan kemajuan serta moralitas dan kepribadian dalam membangun manusia dan masyarakat yang berkualitas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tercapai tatanan baldatun thayibun wa rabbun ghafur sebagai barometer masyarakat dunia dalam memandang pendidikan islam secara umum.
    ---------------------------------
    13. Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis,
    Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.hlm 98


    Hal senada juga diungkapkan oleh cendekiawan dan filsuf muslim dari Malaysia yaitu  Syed Muhammad An-Nuqaib Al-Attas, beliu menegaskan :
     “Sesungguhnya di dalam pendidikan Islam terdapat beberapa konsep utama yang merupakan unsur-unsur esensial dalam sistem pendidikan Islam, yaitu konsep agama (din), konsep manusia (insan), konsep ilmu (ilm dan ma’rifah), konsep kebijakan (hikmah), konsep keadilan (‘adl), konsep amal (‘amal sebagai adab), dan konsep universitas (kuliah jama’ah). “14
    “Dalam hubungan ini dipertegas bahwa tugas kita yang paling penting merumuskan dan menyusun (formulasi dan integrasi) unsur-unsur Islam yang baku dan konsep-konsep kunci yang melahirkan konsep pokok yang dimasukkan dalam konsep pendidikan Islam. Semua itu harus mengacu pada konsep Tuhan, esensi dan sifat-sifat-Nya (tauhid); wahyu (Kitab suci al- Qur’an); hukum yang diwahyukan (syari’at); Nabi dan kehidupannya (Sunnah); dan sejarah serta pesan-pesan Nabi sebelum Muhammad saw. Pengetahuan harus mengacu pada prinsip-prinsip dan praktik Islam, ilmu-ilmu keagamaan termasuk tasawuf dan filsafat Islam, doktrin-doktrin kosmologi mengenai heararki ada (being) dan pengetahuan tentang etika, prinsip-prinsip moral serta adab. Pengetahuan dalam Islam harus memasukkan sejarah, kebudayaan, peradaban Islam, pemikiran Islam dan perkembangan ilmu-ilmu dalam Islam” papar Fajar Abdullah.15
    Oleh keran itu, untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, rujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia secara individu,masyarakat secara umum dalam tatanan berbangsa dan bernegara dengan nilai ideal yang menjadi kerangka berfikir dan bertindak bagi seseorang atau lembaga dalam mengentaskan prolematika yang dihadapi dalam dunia pendidikan islam

     
    ----------------------------------------------

    14. Syed Muhammad An-Nuqaib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam,
    Bandung: Mizan, 1994. hlm 8
    15. Abdullah Fadjar,  Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali, 1991.hlm 54-55




    Kesimpulan

    Aktualisasi makna dasar pendidikan Islam menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang berarti mendidik, membimbing, mengajar, membelajarkan, membina kemampuan, moralitas ke arah kemajuan, kehamonisan, kesempurnaan, pembentukan manusia dan masyarakat secara utuh dalam mewujudkan pengembangan seluruh aspek kehidupan menjadikan manusia dan masyarakat yang sungguh beriman, berilmu luas, beramal shaleh dan berdaya unggul dan bermoral tinggi bagi kemajuan, kesejahteraan dan peradaban umat manusia sesuai dengan ajaran Islam. pendidikan Islam diharapkan mampu mewujudkan keutuhan jasmani, keluasan intelektual, baik dalam kehidupan secara individu maupun sosial. Disinilah peran strategis pendidikan Islam dalam mengembangkan manusia dan masyarakat yang utuh, mengusahakan kemajuan, pemecahan masalah hidup, membangun konstitusional ilmu yang integratif serta menjadi alternatif terbaik dalam membangun kehidupan manusia di muka bumi
    .
       
    DAFTAR PUSTAKA

    3.    Ahmad Fathurrohman, Asep, Ilmu Pendidikan Islam sebuah Pengantar (Bandung, Kanca Utama, 2013), Cetakan I,hlm 67
    4.    Sauri, Sofyan, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam (Bandung, Rizqi Press, 2013), Cetakan II, hlm 48-49
    5.    H.R Al-Bukhori bab, idza aslama as-shabiyu famata hal yushali ‘alaihi wa hal yu’radhu ‘ala shabiyi al-islam,No :1358, dan Muslim, bab ma’na kullu maoludin ‘ala al-fithrati wa hukmi maoti atfali al-kuffari wa atfali al-muslimiin, No :6926, http://www.islamic-council.com, Al-Maktabah As-Syamilah
    6.    http://www.staim-tulungagung.ac.id/.../08.%20Suwadji.pdf‎ (diunduh 04-10-2013 hari jumat) Suadji. Makalah Aktualisasi Pendidikan Islam:Suatu upaya Membangun Paradigma Integral 2013 hlm 2
    7.    Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi  
    Historis, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.hlm 98
    8.    Muhammad, Syed An-Nuqaib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam,
    Bandung: Mizan, 1994. hlm 8
    9.    Fadjar, Abdullah,  Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali,
    1991.hlm 54-55





    .



    .




  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Laman

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.