Fatwa MUI Tentang Pluralisme Agama
Kami
sengaja menampilkan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang PLURALISME,
LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA karena ternyata banyak masyarakat yang belum
tahu adanya fatwa tersebut. Padahal fatwa tersebut sudah dikeluarkan sejak
tahun 2005 lalu.
Paham
Pluralisme agama, khususnya, sangat membahayan aqidah umat sehingga bisa
menyebabkan mereka kufur terhadap kebenaran agama yang dipeluknya.
Kalau
diibaratkan penyakit, paham Pluralisme Agama seperti virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia
sehingga rentan terhadap penyakit. Makin lama penderita virus ini makin banyak,
dan semakin banyak pula yang meninggal karenanya. Begitu juga paham Pluralisme
Agama yang sedang dikembangkan di Indonesia, akan memperlemah keyakinan
pemeluknya akan kebenaran agamanya. Semakin hari semakin banyak pemeluk agama
yang terjangkiti olehnya, dan semakin banyak pula yang akan gugur agamanya.
Paham
Pluralisme Agama ini semakin ngetrend setelah wafatnya Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) yang mendapat pujian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai
"Bapak Pluralisme". Pujian SBY ini disampaikan sebagai ucapan kata
terakhir untuk Gus Dur saat menyampaikan pidato prosesi pemakaman Gus Dur.
"Selamat
jalan Bapak Pluralisme. Semoga tenang di sisi Allah SWT," kata SBY
dalam pidatonya di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Rabu (31/12/2009).
Menanggapi
pujian ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun mengaku bangga dengan sebutan
ini. Bahkan menurut Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB, Muhaimin Iskandar di Jakarta,
PKB merasa terhormat, presiden memberikan gelar bapak pluralisme.
Bahkan
Cak Imim (panggilan akrab Muhaimin Iskandar) menyatakan, menjadi tanggung jawab
PKB untuk meneruskan gelar pluralisme ini. "Kita akan lanjutkan sekuat
tenaga," jelasnya.
Berbeda
dengan PKB, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dengan tegas
menolak gelar "Bapak Pluralisme" untuk Gus Dur oleh Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami
tidak sependapat jika Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme seperti
diungkapkan Presiden di Jombang beberapa waktu lalu karena dapat menimbulkan
konflik agama," kata Ketua MUI Jatim K.H. Abdusshomad Buchori di Surabaya,
Rabu (13 Januari 2010).
Kiai
Buchori menilai, pluralisme adalah faham pencampuradukan beberapa ajaran agama
sehingga sangat berbahaya terhadap kehidupan beragama di Indonesia.
Beberapa
tahun sebelum wafatnya Gus Dur, gagasan menyematkan gelar sebagai Bapak
Pluralisme sudah pernah diwacanakan. Pada tahun 2006, tepatnya tanggal 21
September, di Hotel Aryaduta dalam acara peluncuran buku ‘Islamku,
Islam Anda, Islam Kita’ karya Gus Dur, Syafi’i Anwar
mengatakan bahwa Gus Dur adalah bapak pluralisme Indonesia. Wimar Witoelar
menambahkan bahwa beliau sebetulnya juga adalah bapak plularisme dunia,
mengingat bahwa dunia kini kekurangan tokoh pluralisme dan bahkan didominasi
oleh pemimpin eksklusif dari semua pihak.
________________________________________
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli 2005 M.;
MENIMBANG :
a.
Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme agama, liberalisme dan
sekularisme serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
b.
Bahwa berkembangnya paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta
dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat
meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang masalah tersebut;
c.
Bahwa karena itu, MUI memandang perlu menetapkan Fatwa tentang paham
pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk di jadikan
pedoman oleh umat Islam.
MENGINGAT :
MENGINGAT :
1.
Firman Allah :
"Barang
siapa mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi…" (QS. Ali Imaran [3]: 85)
"Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…" (QS. Ali Imran [3]:
19)
"Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. al-Kafirun [109] : 6).
"Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
(QS. al-Azhab [33:36).
Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Mumtahinah [60]:
8-9).
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 77).
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap Allah).
(QS. al-An’am [6]: 116).
Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q.
al-Mu’minun [23]: 71).
2.
Hadis Nabi SAW :
a.
Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda
Rasulullah SAW : “Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun
baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini,
kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia
akan menjadi penghuni Neraka.” (HR Muslim).
b.
Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain
Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia
yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi
mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra
dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
c.
Nabi saw melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas
non-Muslim seperti Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang
tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin
Aththab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat
al-Bukhari dan Muslim).
MEMPERHATIKAN : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII VII
MUI 2005.
Dengan
bertawakal kepada Allah SWT.
MEMUTUSKAN
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
: FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama
: Ketentuan Umum
Dalam
Fatwa ini, yang dimaksud dengan
1.
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu,
setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar
sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua
pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
2.
Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu
terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3.
Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan
menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama
yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4.
Sekualisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk
mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia
diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua
: Ketentuan Hukum
1.
Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian
pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2.
Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3.
Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam
arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan
ibadah pemeluk agama lain.
4.
Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas
agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah,
umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial
dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.
MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.
MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
Ketua,
(K.H. MA’RUF AMIN )
Sekretaris,
(HASANUDIN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar